NarasiPublik — Penandatanganan MoU antara Kementerian Hukum Republik Indonesia dan China National Intellectual Property Administration (CNIPA) pada Minggu, 26 Oktober 2025, kemarin, menjadi tonggak baru kerja sama bilateral di bidang kekayaan intelektual.
MoU tersebut menggantikan perjanjian kerja sama yang berakhir pada 18 Juni 2024 dan dirancang untuk memperkuat sistem KI melalui pertukaran pandangan strategis, praktik terbaik, serta pengembangan sumber daya manusia.
Menteri Hukum Supratman menyebut bahwa kerja sama ini mencakup paten, desain industri, merek, indikasi geografis, hingga perlindungan pengetahuan tradisional.
“KI bukan hanya urusan pendaftaran, tetapi penguatan ekosistem—mulai dari pemeriksaan, penegakan, hingga edukasi,” ungkapnya.
Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng, Rakhmat Renaldy, menilai kerja sama ini memberi dampak langsung pada pelayanan daerah.
“Semakin baik kompetensi pemeriksa KI nasional, semakin cepat masyarakat daerah memperoleh sertifikasi. Ini mengurangi antrean, sekaligus meningkatkan kepastian hukum,” jelasnya.
Selain itu, isu perlindungan budaya tradisional menjadi fokus utama. Provinsi seperti Sulawesi Tengah yang kaya ekspresi budaya komunal, sangat diuntungkan dengan peningkatan kapasitas pengawasan dan pencatatan.
Rakhmat Renaldy menyebut bahwa upacara adat, motif tenun, ornamen rumah tradisional, hingga ritual budaya Sulteng harus segera tercatat.
“Jika tidak, kita akan kehilangan hak kultural dan ekonomi di kemudian hari,” katanya.
Kanwil Kemenkum Sulteng akan menyusun peta potensi KIK (Kekayaan Intelektual Komunal) per kabupaten/kota untuk memastikan percepatan.
Kerja sama Indonesia–Tiongkok juga membuka peluang pelatihan daring, pertukaran tenaga ahli, hingga studi banding sistem database KI.
